Tuesday, December 23, 2008

Saya dan Partai GOLKAR: Catatan untuk Komunitas Ciputat

Rasanya baru sekarang ditanyakan oleh teman di Ciputat tentang keterlibatan saya di partai Golkar. Kenapa kawan-kawan saya tidak mempertanyakan tentang aktivitas saya di partai warisan orde baru ini? Ada dua hal. Pertama, mungkin mereka sepenuhnya mendukung komitmen saya sehingga tidak perlu lagi mempertanyakan. Mereka sangat mafhum dengan pilihan politik yang saya ambil dengan berbagai alasan. Kedua, boleh jadi mungkin mereka tidak peduli. Namun saya sangat senang sekali jika Farhan mempertanyakan alasan saya terlibat dalam partai Golkar dan motivasi saya maju menjadi calon anggota DPR RI.

Kawan-kawan komunitas Ciputat, dahulu saya termasuk diantara mahasiswa Ciputat yang kritis bersama Abdulrahman 'Imam Mahdi' Eden, Ray Rangkuti, Teh Nong, Sirojuddin Abbas, Anik, Piet, Verry Muchlis, Muhibuddin, dan lainya. Bukan hanya kebijakan orde baru yang tidak luput dari kritik kita, tetapi berbagai kebijakan internal kampus pun selau kita kritik. Berbagai kajian kita laksanakan pada saat itu, disamping untuk memperkuat kapasitas intelektual kita, juga bagian untuk mencari basis argumentasi menyikapi berbagai kebijakan sosial politik pada saat itu. Beragam jaringan mahasiswapun kita bangun pada saat itu, dari mulai PIJAR, ALDERA, kawan-kawan gerakan mahasiswa di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan lain-lain. Intinya adalah bahwa kita sangat kritis terhadap politik orde baru yang memang dibangun diatas sendi-sendi otoritarianisme dan Golkar merupakan partai politik yang bertanggungjawab terhadap bangunan politik itu.

Kak Dien Syamsuddin saat itu masuk Golkar dan termasuk salah satu elit yang cukup berpengaruh. Itupun tidak lepas dari kritik kita, khususnya saya diberbagai forum diskusi di Ciputat. Alasan Kak Dien yang saat itu baru pulang dari Amerika masuk Golkar yaitu politik alokatif. Alasan ini selalu disampaikan berulang-ulang diberbagai forum di Ciputat. Ya alasan itu hampir sama dengan apa yang Farhan katakan, berjuang dari dalam. Namun, kitapun juga skeptis dengan alasan itu. Bagaimana mungkin bisa mempengaruhi politik orde baru yang sangat kuat hegemoninya. Sederhananya, alih-alih mempengaruhi, namun justru dipengaruhi.

Untunglah, gerakan mahasiswa 98 pada saat itu mampu mendobrak otoritarianisme dan hegemoni orde baru, dimana mahasiswa Ciputat menjadi salah satu elemen paling depan menduduki gedung DPR dengan dipimpin oleh Ray Rangkuti, Muhib, Saya, Very, Jay, Mixil, Piet, Anik, Burhan dll (saya & very waktu jadi tim materi yang mempersiapkan berbagai pernyataan sikap dalam setiap demontrasinya). Gerakan 98 telah membuka kebebasan politik. 5 Paket UU Politik (UU Partai Politik, ORMAS dll) yang selama ini menjadi alat hegemoni kekuasaan politik telah diganti menjadi UU politik yang lebih demokratis.

Melihat Golkar saat ini atau era reformasi dengan pada masa orde baru sangatlah berbeda. Pada masa orde baru, Golkar menjadi tunggangan kekuasaan Soeharto untuk melegitimasi kekuasaannya. Golkar bisa memenangkan pertarungan politik selama orde baru karena Pemilu yang tidak fair. Golkar menang karena didukung oleh kekuatan yang seharusnya tidak terlibat dalam pemerintahan demokratis, seperti militer dan birokrasi.

Namun era reformasi situasi politik sama sekali berubah. Partai Golkar sama dengan partai-partai lainnya di Indonesia. Tidak ada keistimewaan politik antara satu partai dengan partai lainnya dalam konteks kekuasaan. Golkar tidak lagi didukung oleh militer dan kekuasaan birokrasi. Istilah "berjuang dari dalam" sungguh sangat tidak relevan lagi. Karena masing-masing partai besar di Indonesia sudah pernah merasakan "dalamnya dan nikmatnya" kekuasaan setelah orde baru. Aliansi poros tengah (PKB, PAN Amien Rais, PPP dll) pernah berhasil menjadikan Gus Dur jadi presiden; PDI-P berhasil menjadikan Megawati sebagai Presiden. Partai barupun, yaitu Partai Demokrat berhasil mengusung SBY menjadi presiden.

Apa yang ingin saya katakan? Bahwa demokrasi yang hari ini kita jalankan meniscayakan semua orang untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam politik tanpa harus ada tekanan, intimidasi, bebas untuk memilih dan dipilih. Golkar menjadi bagian dari partai politik yang dipilih itu. Pertanyaannya kenapa pilihan saya adalah partai Golkar? Kenapa tidak ke partai lainya.

Pertama, jujur saya katakan bahwa kesempatan pertama saya setelah lulus dari kuliah lebih banyak berinterikasi dengan para elit partai Golkar. Kesempatan saya untuk berkiprah lebih besar justru banyak difasilitasi oleh para elit Golkar. Kedua, partai Golkar lebih memiliki kesamaan secara ideologis-politis dengan saya. Hal ini bisa dilihat dari visi, misi dan platform partai, para aktivisnya sekarang ini berkiprah. Partai Golkar tidak menjadikan agama sebagai dasar platform perjuangan, apalagi menjual-jual agama. Partai Golkar tidak berniat sama sekali menjadikan agama sebagai basis ideologis kehidupan bernegara. Golkar memiliki kesamaan pandangan politik dengan saya dalam hal relasi antara agama-negara.

Ketiga, partai Golkar merupakan partai yang pengelolaan konflik politiknya lebih modern dan modern, dibanding dengan partai-partai lain. Pengelolaan konflik antar faksi di Golkar tertata dalam permainan politik yang mengasyikan. Fragmentasi antar berbagai kepentingan dimanage dengan dasar kedewasaan politik. Partai Golkar tidak tertumpu pada sumbu kekuasaan yang kharismatis-deterministik. Keempat, bagi saya, masuk dalam partai sebesar Golkar justru memungkinkan bagi akselarasi mobilitas vertikal saya dalam panggung kekuasaan. Bukankah tujuan berpolitik adalah sarana untuk meraih kekuasaan yang lebih besar? Dengan begitu, Kiprah politik dalam lingkup yang lebih besar juga dengan sendirinya memungkinkan bagi aktualisasi dari idealisme yang lebih besar pula.

Sekarang saya diberikan kesempatan untuk bersaing meraih kursi di DPR RI di daerah pemilihan Pandeglang Lebak dengan nomor urut 2. Tentu kesempatan itu harus saya pergunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kursi di parlemen. Apa yang selalu saya sampaikan dalam berbagai kesempatan kampanye saya yang hingga saat ini terus saya lakukan di daerah.

Pertama, kedua kabupaten dapil saya merupakan daerah di Banten yang masih tertinggal dibandingkan dengan kab/kota lainnya di Banten. Pendidikan, peningkatan ekonomi dan infrastruktur menjadi masalah yang dihadapi daerah ini. Saya ingin menjadi wakil rakyat yang dapat memperjuangkan masalah tersebut melalu wewenang yang dimiliki anggota parlemen di DPR RI melalui peningkatan budget untuk hal tersebut.

Kedua, usaha saya untuk meraih dukungan masyarakat juga sebagai upaya untuk pendidikan politik untuk masyarakat di kedua daerah tersebut Terus terang sejauh pemantauan dan hasil terjun ke kampung-kampung, Pemilu merupakan ajang untuk mempertontonkan modal dan kekuasaan kepada masyarakat. Sangat memprihatinkan. Masyarakat tidak dibuat menjadi masyarakat yang cerdas.

Semoga Pemilu 2009 menghasilkan wakil rakyat yang berkualitas.

Mohon doa dan dukungannya..

No comments: