Thursday, May 22, 2008

Misi Profetis Muhammad SAW

”Tidaklah Aku diutus ke muka bumi kecuali untuk menyempurnakan Akhlak” (Al-Hadits)

Kelahiran Nabi Muhammad SAW dalam tradisi masyarakat Islam diperingati dengan berbagai macam ritual. Peringatan kelahiran Rasulullah SAW merupakan cerminan dari kecintaan dan penghormatan umat Islam kepada sosok dan figur manusia yang paling sempurna (Insan al-Kamil). Ajaran-ajaran dan napak tilas perjalanan Rasulullah menjadi pedoman bagi umat Islam dan memepengaruhi kehidupan manusia hingga saat ini. Hal itu bukan saja diakui oleh umat Islam sendiri, namun juga oleh seluruh umat yang lain.

Apa yang sesungguhnya menjadi misi utama kenabian Muhammad SAW? Jawabanya adalah menyempurnakan ahklak manusia (li utamima makarim al-akhlaq), demikian dalam sebuah hadits disebutkan. Dalam bahasa sederhana kehadiran Rasullah SAW diutus untuk memperbaiki moralitas publik. Kenapa penekanan misi profetik Muhammad lebih ditekankan kepada aspek penyempurnaan akhlak dan moralitas manusia? Tentu saja jawabanya tidak sederhana. Perlu dijelaskan keberadaan Nabi Muhammad SAW dari prespektif historis dan dikaitkan dengan kehidupan sosial, politik dan budaya masyarakat arab pada saat itu. Menurut para sejarawan agama, diutusnya seorang Nabi oleh Allah SWT selalu memiliki kontekstualisasi dan keterkaitan dengan situasi sosiologis-antropologis dimana seorang Nabi atau Rasul itu diturunkan.

Dalam tarikh (sejarah Islam) masyarakat Arab pada saat Muhammad dilahirkan dikenal dengan masyarakat Jahiliyyah. Dalam bahasa arab, jahil artinya bodoh. Artinya pula secara epistimologis masyarakat Arab pada saat itu adalah masyarakat yang bodoh. Namun konsepsi tentang jahiliyyah pada masa itu tidaklah semata-mata bahwa masyarakat arab dipahami sebagai masyarakat yang tidak mengenal baca-tulis, karena peradaban material masyarakat pada saat itu dapat disejajarkan dengan peradaban maju lainnya, seperti Persia dan Romawi. Tradisi tulis menulis bangsa Arab pada masa itu melebihi kemajuan pada masanya. Ini bisa terlihat dari banyaknya penyair-penyair Arab par-exxelence yang diakui hingga saat ini, seperti Amrul Qais, al-Jahid dan lain-lain.

Konsepsi Jahiliyyah harus dimaknai sebagai cerminan masyarakat yang dipenuhi oleh situasi yang masyarakat patologis. Masyarakat yang mengalami dehumanisasi, degradasi moral dan diwarnai oleh disparitas ekonomi yang tajam sehingga menimbulkan ketidak-adilan sosial. Bukti sejarah itu terlihat dari kisah pembunuhan terhadap bayi perempuan yang tidak diinginkan dalam masyarakat yang partriakal, tidak adanya penghargaan terhadap perempuan, konflik antar suku yang ditandai dengan perang antar suku yang kerapkali mewarnai kehidupan sosial masa itu, adanya dominasi suku tertentu atas suku arab yang lain dan yang lebih penting adalah tidak adanya pegangan moral hidup yang dijadikan sebagai pedoman masyarakat yang tertib sosial.
Karen Amstrong, seorang biarawati yang pernah meneliti kehidupan Rasulullah saw secara obyektif menggambarkan tentang kehidupan Muhammad. Hasil penelitiannya dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul Muhammad, A Western Attempt To Understand Islam (Muhammad, Sebuah Upaya Barat Untuk Memahami Islam). Ketika Karen Amstrong bercerita tentang Muhammad saw, dia bercerita dengan penuh pembelaan. Ia membela kehormatan Rasulullah saw jauh lebih sengit daripada Muhammad Haykal di dalam bukunya “Hayâtu Muhammad”. (lihat Jalaluddin Rahmat, Muhammad Sang Reformis).
Dalam buku itu, Amstrong membela Rasulullah saw atas tuduhan yang negatif yang dari penilaian negatif kaum orientalis, atas Muhammad dan Islam sebagai agama perang. Salah satu pembelaannya yang menarik adalah bagian yang menjelaskan kegiatan politik Rasulullah saw. Banyak orang Barat yang keberatan tentang itu. Mereka mempersoalkan mengapa seorang nabi harus terlibat dalam kegiatan politik dan harus melakukan perang berulang-ulang sampai lebih dari 80 kali. Bukankah tugas seorang nabi itu hanyalah mengajarkan ibadah dan mendekati Allah swt. Mengapa seorang nabi mengikuti perang, menjadi panglima, dan menjadi presiden yang meng-atur negara?

Salah satu penilaian Amstrong tentang Rasulullah adalah bahwa misi Nabi Saw yang utama yaitu untuk memperbaiki moral masyarakat dan menegakkan sebuah sistem kemasyarakatan yang ditegakkan di atas keadilan yang jauh dari penindasan. Nabi ingin menciptakan suatu masyarakat yang penuh keadilan dan penuh kasih sayang.
Oleh karena itu, keterlibatan Muhammad dalam politik hanyalah sejauh menentang ketidakadilan dan kezaliman. Perhatian Rasulullah kepada politik, hanya dilakukan bila politik itu berkaitan dengan perjuangan untuk menegakkan tatanan masyarakat yang adil dan penuh kasih sayang. Karen Amstrong menggambarkan Rasulullah saw sebagai seorang politikus yang berkepentingan dengan politik hanya sepanjang politik itu membantunya untuk menegakkan keadilan.

Kang Jalal, panggilan akrab Jalaludin Rahmat, seorang cendikiawan Muslim Indonesia, mengatakan bahwa Rasulullah adalah seorang reformis. Apa reformasi yang dilakukan oleh Rasulullah saw? Reformasi Nabi ialah berupaya untuk menegakkan sebuah sistim masyarakat berdasarkan keadilan. Nabi tidak pernah berteriak-berteriak ingin mendirikan Negara Islam. Nabi tidak pernah bersabda, “Marilah kita berjuang mendirikan Negara Islam.” Bahkan ketika kepadanya diberikan kekuasaan untuk menjadi penguasa di Madinah, Nabi tidak menggunakan kekuasaan itu untuk mendirikan negara Islam. Nabi mendirikan negara Madinah dan beliau beri nama Yastrib. Madinah tidak didirikan sebagai Ibukota Negara Islam, beliau tidak memberikan nama Madînatul Islâm, tapi beliau memberikan nama Madînatul Munawwarah, kota yang dicerahi. Kota yang mendapatkan Al-Tanwir, pencerahan.

Spirit keadilan yang diajarkan Muhammad tidak saja ditujukkan bagi penganut Islam saja. Hal ini didasarkan atas ayat al-Quran, QS. Al-Maidah 8 berbunyi, “Janganlah kebencian kamu kepada satu kaum menye-babkan kamu tidak berbuat adil. Berbuat adillah, itu lebih dekat kepada ketakwaan.” Ayat itu pun menunjukkan bahwa kalau kita berjuang untuk politik, perjuangan kita tidak untuk merek-merek, label-label, partai-partai, atau negara Islam. Perjuangan kita adalah menegakkan keadilan. Reformasi pertama yang dilakukan Rasulullah saw, menurut Kang Jalal, adalah mengubah masyarakat yang berdasarkan penindasan kepada masyarakat yang berdasarkan keadilan. Salah satu unsur dari masyarakat yang berdasarkan keadilan adalah masyarakat yang tunduk kepada hukum. Semua orang tunduk kepada hukum, tidak ada orang yang bisa lepas dari ketentuan hukum.

Jejak langkah Rasulullah dalam menciptakan masyarakat yang humanis, egaliter dan tertib sosial (social order) ditunjukkan dengan sikapnya yang terbuka dan demokratis dalam membuat kesepakatan sosial (social contract). Lihat misalnya dalam pembuatan konstitusi Madinah (Mistaaq Madinah) yang dirumuskan dengan musyawarah bersama dengan orang Yahudi, Nashara, dan orang kafir yang tidak beragama. Kalau orang Yahudi diserang, orang lain akan membantu dan kalau orang Islam diserang, yang lain pun akan membantu. Madinah menjadi kota pluralistik yang dimiliki oleh berbagai agama.

Gambaran sekilas tentang napak tilas dan jejak langkah Rasulullah SAW, tentu masih memiliki relevansi dan kontekstual dengan kondisi umat manusia saat ini. Apa yang dicontohkan sosok beliau menjadi inspirasi bagi kita dalam kehidupan masyarakat. Yang lebih utama dari apa yang diajarkan beliau, adalah keharusan etika dan moral publik yang dijadikan sebagai spirit kita bersama dalam upaya transformasi masyarakat yang lebih baik. Semoga semangat nilai Muhammad ada dalam hati kita semua. Thala’al Badru alaina (telah datang sang bulan purnama, Muhammad, yang terus akan mencerahkan kita semua) Shaluu ala Muhammad!!!

(Tulisan ini dimuat di Harian "Suara Karya"